Senin, 30 Desember 2013

Pemilik Abadi dari ”Maksud-Tujuan Kekal”

Pemilik Abadi dari ”Maksud-Tujuan Kekal”

 

”MAKSUD-TUJUAN KEKAL”! Siapa lagi yang dapat mempunyai maksud demikian kalau bukan Allah yang kekal? Evolusi yang dianut oleh banyak sarjana moderen tidak bisa mempunyai maksud demikian, karena suatu kejadian yang kebetulan, yang menjadi pangkal dari teori yang tak terbukti itu, tidak terjadi dengan sengaja, menurut suatu maksud atau rencana. Pada abad ke-15 sebelum Penanggalan Umum, seorang pemberi hukum yang terkenal di dunia, yakni Musa putera Amram, menarik perhatian kepada suatu Allah yang abadi, dengan berkata:

2 ”Sebelum gunung2 dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari se-lama2-nya sampai se-lama2-nya Engkaulah Allah. . . . Sebab di mataMu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam.”—Kitab Mazmur, Pasal 90, ayat 2-4.

3 Pada abad pertama dari Penanggalan Umum, seorang yang beriman kepada Musa menarik perhatian kepada Allah yang sama, yang tak berbatas pada waktu, baik di masa lampau maupun di masa yang akan datang. Tulisnya: ”Hormat dan kemuliaan sampai se-lama2-nya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tak nampak, yang esa! Amin.” (1 Timotius 1:17) Allah yang kekal sudah tentu dapat mempertahankan maksud-tujuannya sampai terlaksana sepenuhnya, berapapun lamanya, bahkan kalau itu makan waktu beberapa zaman.

4 Penulis yang sama dari abad pertama P.U. ini diilhami untuk menulis tentang ”maksud-tujuan kekal” Allah serta menghubungkannya dengan Mesias (Almasih), ”Orang Urapan”, yang sudah lama di-tunggu2, dan yang telah dinubuatkan bahkan oleh nabi Musa sendiri. Pada abad itu orang2 dari berbahasa Syria di Timur Tengah menyebut orang urapan itu ”M’shi′hha”; tetapi orang2 Yahudi yang berbahasa Yunani di kota Iskandaria, Mesir, ketika membuat terjemahan Kitab Suci Ibrani mereka yang terilham (terjemahan ini kemudian disebut Septuaginta Yunani), menggunakan kata Yunani Khristós, yang pada pokoknya, berarti ”Orang Urapan”.—Lihatlah Daniel 9:25, LXX.

5 Akan tetapi para penterjemah moderen dari tulisan2 abad pertama itu telah menimbulkan problem bagi kita. Sejak abad ke-16 terjemahan2 Alkitab dalam bahasa Inggris telah menyebutnya sebagai ”maksud-tujuan kekal” Allah. Tetapi para penterjemah Alkitab dari abad belakangan menafsirkan istilah Yunani itu sebagai ”rencana segala zaman”. Ini memberi kesan bahwa Allah mempunyai satu ”rencana” dalam hubungan dengan Almasih itu.

6 Misalnya, terjemahan yang diterbitkan pada tahun 1897 (P.U.) dari kitab Efesus, pasal III, ayat 9 sampai dengan 11, oleh J. B. Rotherham, berbunyi sebagai berikut: ”Dan untuk menyingkapkan penyelenggaraan rahasia suci yang telah tersembunyi sejak zaman dulu dalam diri Allah, yang menciptakan segala sesuatu: supaya dapat dinyatakan kini kepada segala pemerintah dan penguasa di surga, dengan perantaraan sidang jemaat, berbagai hikmat Allah,—menurut rencana segala zaman yang ia buat dalam diri orang urapannya.” Bahkan pada tahun 1865 P.U. The Emphatic Diaglott yang diterbitkan oleh Benjamin Wilson menterjemahkan ayat itu sebagai berikut: ”menurut suatu rencana segala zaman, yang dibuatnya”. Kita dapat mengutip beberapa terjemahan Alkitab yang baru dan semuanya menterjemahkan ayat Yunani itu demikian.

7 Berdasarkan terjemahan yang lain ini dari ayat Yunani yang terdapat di Efesus 3:11, diterbitkan dalam nomor September 1881 dari majalah Zion’s Watch Tower di Pittsburgh,  Amerika Serikat, sebuah karangan berjudul ”Rencana Segala Zaman” oleh pemimpin redaksi dan penerbit majalah tersebut. Karangan ini menjelaskan satu bagan sebesar satu halaman yang disebut ”Bagan dari Berbagai Zaman”. Dengan senang hati kami mereproduksi bagan ini supaya dapat diteliti oleh orang2 yang berminat. Sebuah ”Bagan dari Berbagai Zaman yang Menjelaskan Rencana Allah” yang hampir sama juga dimuat dalam buku ”The Divine Plan of the Ages” (”Rencana Ilahi dari Segala Zaman”) yang diterbitkan oleh C. T. Russell pada tahun 1886.

8 Kendatipun ada keterangan yang kurang tepat yang dengan mudah dapat dilihat sekarang, ”Bagan dari Berbagai Zaman” ini menunjukkan garis pemikiran yang ikhlas, yang didasarkan atas pemikiran bahwa Allah yang Mahakuasa dan Penuh Hikmat mempunyai satu ”rencana”. Bunyi kata2 pembukaan dari Pasal I dari buku ini adalah:

Judul seri Buku2 ini—”Rencana Ilahi dari Segala Zaman”, menunjukkan adanya kemajuan dalam penyelenggaraan Ilahi, yang sudah diatur lebih dulu oleh Allah dan yang tertib. Kami percaya ajaran2 yang diwahyukan Ilahi bukan saja indah tetapi juga serasi apabila ditinjau dari sudut ini.

9 Buku ini mencapai oplah sebesar 6 juta buah, dalam beberapa macam bahasa. Peredarannya berhenti pada tahun 1929 P.U. Paling tidak buku ini telah mengarahkan perhatian para pembacanya kepada Alkitab dan menunjukkan bahwa Allah yang Hidup itu progresip. Allah sudah mencapai suatu tingkat berkenaan dengan maksudnya terhadap umat manusia yang menderita. Kita mengetahui bahwa manusia sering membuat rencana kerja, tetapi di belakang rencana itu terdapat satu maksud-tujuan. Yang menjadi persoalan adalah Haruskah Allah yang Maha Tahu dan Maka Kuasa membuat satu rencana kerja, yang terperinci, pada saat Ia membuat keputusan untuk melakukan sesuatu, dengan demikian membuktikan Dirinya sebagai Allah yang Tak Berubah dan tidak akan menyimpang dari rencanaNya? Atau, dapatkah ia menghadapi segala macam keadaan darurat yang timbul karena mahluk-mahlukNya mempunyai keinginan yang merdeka, tanpa pemikiran lebih dulu dan dengan segera, namun tetap mencapai maksud-tujuanNya? Perlukah Allah mempunyai satu rencana? Tentu saja, setelah Ia mencapai maksud-tujuannya, kita dapat memeriksa catatan mengenai tindakan-tindakanNya dan menjajaki kembali haluan yang telah ditempuhNya. Tetapi apakah itu benar2 direncanakan demikian?

SATU ALLAH YANG MEMPUNYAI MAKSUD-TUJUAN

10 Apakah penulis asli dari kata2 yang tercantum di Efesus 3:11 hendak mengemukakan bahwa Allah, sang Pencipta, mempunyai satu rencana dalam hubungan dengan Almasihnya? Apakah maksud penulis itu ketika ia menggunakan kata pro′the·sis dalam suratnya yang menggunakan bahasa Yunani abad pertama? Secara aksara kata itu berarti ”memaparkan atau mengatur”, jadi, mengatur sesuatu supaya kelihatan. Itu sebabnya mengapa orang2 Yahudi di kota Iskandaria, ketika mereka menterjemahkan Kitab Suci Ibrani ke dalam bahasa Yunani, menggunakan perkataan tersebut di atas dalam hubungan dengan roti suci yang diletakkan di atas meja keemasan di dalam bagian yang Suci dari kemah peribadatan yang dibangun oleh nabi Musa. Roti ini biasanya disebut roti sajian, tetapi Terjemahan Septuaginta Yunani menyebutnya sebagai ”roti persembahan (prothesis). Jadi roti2 ini, dengan disajikan di atas meja keemasan, dipamerkan; setiap minggu pada hari sabbat disajikan yang baru.—2 Taw. 4:19.

11 Perkataan pro′the·sis ini dapat dipakai untuk mengartikan suatu ”pernyataan”, atau suatu ”uang muka”, dan dalam tata bahasa, mengartikan suatu ”kata depan”. Juga bisa berarti ”penetapan lebih dulu”, atau ”mengutamakan”. Karena perkataan ini dipakai untuk mengartikan satu tujuan yang dirancangkan, atau memaparkan di hadapan diri sendiri sesuatu yang hendak dicapai, perkataan ini dipakai untuk mengartikan ”maksud-tujuan”. (Mengenai soal ini, lihatlah A Greek-English Lexicon, karangan Liddell dan Scott, Jilid II, halaman 1480-1481, cetak ulang tahun 1948, di bawah kata pro′the·sis.) Arti yang belakangan ini diakui oleh kebanyakan penterjemah Alkitab yang menggunakan bahasa moderen. Jadi ”pro′the·sis” Allah adalah tekadNya, keputusan utamaNya, maksudNya.

12 Di Efesus 3:11 perkataan ini diikuti dengan istilah tōn ai·o′nōn, yang secara aksara berarti ”segala zaman”. Maka itu kombinasi dari perkataan itu diterjemahkan sebagai ”maksud-tujuan segala zaman” atau ”maksud-tujuan sepanjang zaman” atau ”maksud yang kekal”, sedang yang lain menterjemahkannya ”rencana Allah dari kekal”, dan ”maksud abadi”.

13 ”Maksud segala zaman” dari Allah adalah ”maksud-tujuan kekal” Allah. Mengapa begitu? Begini, satu zaman adalah satu jangka waktu tak berketentuan panjangnya namun cukup lama dalam kehidupan manusia: jangka waktu dari zaman itu lebih diperhatikan daripada sifat2 atau keanehan jangka waktu itu.

14 Maka ”maksud segala zaman” dari Allah tidak berarti suatu ”maksud-tujuan” yang berlaku selama jangka waktu tertentu, misalnya, ”zaman para datuk”, ”zaman Yahudi”, ”zaman Injil”, dan ”zaman Seribu Tahun”. Tidak. Yang lebih penting adalah waktunya, jangka waktu yang panjang. Supaya satu zaman bisa disusul dengan zaman lain, maka setiap zaman harus mempunyai awal dan akhir. Tetapi jika beberapa zaman di-sambung2 satu sama lain, maka jangka waktunya akan panjang sekali. Dan karena dalam istilah ”maksud segala zaman” tidak disebutkan berapa jumlah dari zaman itu, jumlah zaman itu bisa tak terhingga. Maka istilah ”maksud segala zaman” membuat jangka waktu itu tidak terbatas, sebab batasnya tidak disebutkan di situ. Dengan demikian ”maksud” itu menjadi sesuatu yang kekal, menjadi suatu ”maksud-tujuan kekal”. Maksud-tujuan Allah berkenaan AlmasihNya atau Orang UrapanNya mempunyai permulaan, tetapi Ia membiarkan beberapa zaman lewat sebelum maksud itu terlaksana. Bagi ”Raja yang kekal” waktu tidaklah menjadi soal.

BUKAN SUATU PRIBADI YANG TAK BERNAMA

15 Raja yang Kekal ini bukan suatu Pribadi yang tak bernama. ia telah memberikan dirinya suatu nama dan telah menyatakan sebutannya sendiri kepada kita. Sebutannya sendiri menunjukkan adanya suatu maksud-tujuan. Ini jelas sekali ketika Allah, melalui seorang malaikatNya, menjumpai Musa yang ketika itu lari dari Mesir, pada suatu semak-belukar yang bernyala dekat kaki Gunung Sinai di tanah Arab pada abad ke-16 Seb. P.U.! Musa disuruh kembali ke Mesir untuk membawa umatNya yang diperbudak kepada kemerdekaan. Tetapi bagaimana halnya andaikata umat itu menanyakan nama dari Allah yang mengutus Musa untuk memimpin mereka? Apa yang harus dikatakan Musa kepada mereka? Musa ingin mengetahuinya. Beginilah menurut riwayatnya sendiri: ”Maka Allah berfirman kepada Musa, ’AKU AKAN MENJADI APA PUN YANG AKU INGINKAN.’ Dan ia menambahkan, ”Inilah yang harus kaukatakan kepada putra-putra Israel, ’AKU AKAN MENJADI telah mengutus aku kepadamu.”’”—Keluaran 3:14, NW.

16 Di sini Allah tidak membicarakan mengenai kehidupan Dirinya. Mungkin ada orang yang berpikir begitu mengingat caranya beberapa penterjemah menterjemahkan kata2 Ibrani berikut ini eh·yeh′ a·sher′ eh·yeh′ dan eh·yeh′ ke dalam bahasa Indonesia. Misalnya, Alkitab Indonesia Terjemahan Klinkert menterjemahkan ayat ini demikian: ”Maka firman Allah kepada Musa: AKU AKAN ADA YANG AKU ADA. Dan lagi firmannya: Demikian hendaklah kaukatakan kepada bani Israel: Bahwa AKU ADA telah menyuruhkan daku mendapatkan kamu.” Sebetulnya Allah sedang berbicara bahwa Ia hendak menjadi sesuatu. Buktinya, terjemahan Alkitab yang dikenal sebagai The Twenty-Four Books of the Holy Scriptures, karya Rabbi Isaac Leeser, menterjemahkan ayat itu begini: ”Dan Allah berfirman kepada Musa, AKU AKAN MENJADI APA YANG AKU AKAN JADI: dan ia berfirman, Demikianlah kau katakan kepada anak2 Israel, AKU AKAN JADI telah mengutus aku kepadamu.”

17 Lebih jelas lagi terjemahan Alkitab karya Joseph B. Rotherham, yang disebut The Emphasised Bible yang menterjemahkan Keluaran 3:14 sebagai berikut: ”Dan Allah berfirman kepada Musa, Aku Akan Menjadi Apapun yang Aku Ingini. Dan ia berfirman—Beginilah kamu berkata kepada putera2 Israel, Aku Akan Jadi telah mengutus aku kepadamu.” Catatan di bawah halaman mengenai ayat ini mengatakan: “Hayah [kata yang di atas diterjemahkan sebagai ”menjadi”] tidak menunjukkan kepada keadaan seseorang sekarang, melainkan keadaan nanti yang tidak diketahui. . . . Akan jadi apakah ia, tidaklah disingkapkan—Ia akan beserta mereka, pelindung, sumber kekuatan, penyelamat.” Jadi, yang dibicarakan dalam ayat ini bukan mengenai adanya Allah sendiri, melainkan keinginanNya untuk menjadi sesuatu bagi orang2 lain.

18 Ini seperti seorang pemuda yang meningkat menjadi dewasa dan berkata kepada dirinya: ’Akan ku apakah kehidupanku ini? Akan jadi apakah aku ini nanti?’ Demikianlah ketika Allah yang esa dan hidup itu masih sendiri, Ia telah memutuskan apa yang akan dibuatNya dengan hakekatnya, akan jadi apakah Ia kelak, ingin jadi apakah Ia nanti. Setelah hidup secara kekal dan sendirian, Ia berkehendak menjadi seorang Pencipta. Ia menetapkan satu maksud-tujuan bagi Dirinya.

19 Tetapi nama Allah yang esa dan hidup seperti yang tercantum dalam Kitab Suci bukanlah Eh·yeh′, atau, ”Aku Akan Jadi”. Pada tahun 1513 Seb. P.U., ketika secara mujizat Allah mengukir ke Sepuluh Hukum di atas lempengan2 batu di Gunung Sinai, dan memberikan itu kepada nabi Musa, Allah sendiri menulis nama yang dipilihNya sendiri. Dari kanan ke kiri, Allah menuliskan huruf Ibrani Yod, lalu Heh, menulis menurut gaya tulisan Ibrani kuno, seperti ini    ; bukan dalam huruf2 Ibrani gaya moderen: יהוה. Dalam bahasa Indonesia huruf2 itu sama dengan HWHY, dari kanan ke kiri; atau dalam bahasa Latin kuno menjadi HVHJ. Semua huruf2 itu adalah huruf2 mati. Tidak ada huruf2 hidup di antara huruf2 mati tersebut.

20 Bagaimana persisnya Yehuwa mengucapkan nama ilahi ini kepada Musa tidak kita ketahui dewasa ini. Selama ber-abad2 nama itu dieja oleh penulis2 Latin sebagai ’Jehova’. Banyak sarjana Bahasa Ibrani moderen lebih suka mengucapkan nama itu sebagai Yahwe, atau Yehwah. Bukan anak yang memberi nama kepada ayahnya, demikian juga bukan manusia yang memberi nama kepada Penciptanya. Pencipta itu sendiri yang memberi nama kepada Dirinya sendiri.

21 Nama suci ini dikira pada hakekatnya adalah satu kata-kerja, bentuk causatif dari kata-kerja Bahasa Ibrani ha·wah′. Jadi itu berarti ”Ia Menyebabkan (Sesuatu) Menjadi”. Tentu setiap akibat harus ada sebabnya; dan di belakang setiap sebab ada suatu maksud-tujuan. Maka itu, nama ilahi itu yang berarti ”Ia Menyebabkan (Sesuatu) Menjadi” mencakup suatu maksud-tujuan. Jadi yang mengenakan nama khas itu mempunyai maksud-tujuan. Dalam kedudukan inilah Yehuwa menampakkan diri kepada Musa di semak-belukar yang ber-nyala2 dekat Gunung Sinai, dan apa yang hendak dilakukanNya Ia singkapkan kepada Musa. Untuk menandaskan kekekalan dari nama ilahi ini, Allah selanjutnya berkata kepada Musa: ’Yahwe, Allah nenek-moyangmu, Allah Ibrahim, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu. Inilah namaKu untuk se-lama2-nya, dan inilah cara Aku akan diperingati oleh segala keturunanmu.” (Kel. 3:15, KAT) Nama peringatan itu tetap merupakan namaNya sampai hari ini. Ini nama sah yang harus kita pakai sekarang.

PEMBUAT SEJARAH DEMI KEBAIKAN MANUSIA

22 Pada zaman nabi Musa, Allah yang esa dan sejati, Yehuwa, membuat sejarah dengan jalan menindak Mesir kuno yang menindas keturunan dari Ibrahim, Ishak dan Yakub. Ia membuat nama yang masyhur bagi Dirinya dengan menyelamatkan umatnya yang diperbudak dari belenggu negara yang secara militer terkuat ketika itu. (Yeremia 32:20; 2 Samuel 7:23; Yesaya 63:14) Kejadian itu meyakinkan kita bahwa dunia abad ke-20 ini yang dipersenjatai dengan kuat bukanlah apa2 bagiNya guna membebaskan umat manusia. Seperti Ia membiarkan Firaun dari Mesir purba merenggut kekuasaan dan menjalankan penindasannya yang kejam terhadap umat Musa, demikian juga Yehuwa telah membiarkan penguasa2 yang kejam merebut kekuasaan di seluruh bumi dan melakukan penindasan terhadap semua orang. Ada maksudnya keadaan ini dibiarkan begitu. Maksudnya untuk menahan atau menyediakan mereka bagi hari yang telah ditetapkanNya untuk menumpas mereka. Maka, untuk menghibur orang2 yang sangat menderita, Ia mengilhamkan Raja Salomo dari Yerusalem untuk menulis:

”Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu. TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya [Bah. Ibraninya: maʽa·neh′] masing-masing, bahkan orang fasik dibuatNya untuk hari malapetaka.”—Amsal 16:3, 4.

23 Sejak tahun 1914 P.U. keadaannya merupakan ”hari malapetaka” bagi sistim pemerintahan yang telah melewati dua perang dunia dan kesukaran2 lain yang bersifat internasional. Selama ber-tahun2 sekarang ini, negara2 kuat (Superpower) telah menguasai bumi; dengan mata yang curiga mengawasi satu sama lain dalam usaha untuk betul2 menguasai dunia. Penguasa Tertinggi, Yehuwa, yang telah membuat segala sesuatu supaya selaras dengan maksud-tujuanNya, tentu mempunyai maksud-tujuan terhadap negara2 kuat ini yang ingin menguasai seluruh dunia. Ada catatannya bahwa Ia mempunyai suatu maksud-tujuan terhadap negara2 kuat yang ”fasik” di zaman purba. Semua yang dikehendakiNya berkenaan negara2 kuat purba itu telah terlaksana; ini merupakan jaminan bagi pengharapan kita di zaman kita ini.

24 Misalnya, Kerajaan Assiria menggantikan Mesir purba sebagai kuasa dunia (negara terkuat) kedua dalam sejarah Alkitab, secara politik maupun militer. Tetapi selama masa jayanya pun atas umat manusia, negara itu tidak sanggup menaklukkan atau menghancurkan kota Yerusalem, ibukota dari Kerajaan Yehuda. Sebaliknya Yerusalem menyaksikan kehancuran kota Niniwe, ibukota Assiria. Mengapa bisa begitu? Karena Kuasa Dunia Assiria itu fasik. Allah yang Mahakuasa, Yehuwa, telah membiarkan Assiria mencapai puncak kekuasaan dunia dan bertindak jahat, khususnya terhadap umat pilihanNya. Tetapi Ia telah bermaksud untuk menyimpan negara kuat yang jahat itu sampai pada ”hari malapetaka” yang ditetapkanNya sendiri. Maka kira2 tahun 632 Seb. P.U., ibukota Assiria, Niniwe, jatuh ke tangan bangsa Madai dan Kasdim dan dihancurkan. (Nahum, pasal 1-3) Maksud-tujuan Yehuwa tak pernah gagal seperti diutarakan oleh nabiNya Yesaya seabad sebelumnya dengan kata2 berikut:

”TUHAN semesta alam telah bersumpah, firmanNya: ’Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana: Aku akan membinasakan orang Asyur dalam negeriKu dan meng-injak2 mereka di atas gunungKu; kuk yang diletakkan mereka atas umatKu akan terbuang dan demikian juga beban yang ditimpakan mereka atas bahunya.’ Itulah rancangan yang telah dibuat mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan yang teracung terhadap segala bangsa. TUHAN semesta alam telah merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya? TanganNya telah teracung, siapakah yang dapat membuatnya ditarik kembali??”—Yesaya 14:24-27.

25 Allah yang Mahakuasa, yang Mahatahu, tidak meminta nasehat dari siapapun di surga guna membimbingNya dalam haluanNya. ”Siapa . . . memberi petunjuk kepadaNya sebagai penasihat?” adalah pertanyaan yang patut diajukan seperti terdapat dalam nubuat Yesaya 40:13. (Juga Ayub 21:22; 36:22; Roma 11:34) ’PenasehatNya’ adalah Dirinya sendiri; Ia tidak membutuhkan satu badan penasehat untuk membantuNya mengambil keputusan yang benar. Maka itu, perkataan ’nasehat’ di sini mengandung arti lebih dari sekedar nasehat; perkataan itu menyatakan ketetapanNya, keputusanNya. Mengenai penggunaan ’nasehat’ (Bah. Inggris ”counsel”) dalam Alkitab, M’Clintock and Strong’s Cyclopædia, Jilid II, halaman 539, menyatakan: ”Selain mengandung arti umumnya sendiri, yakni perundingan dengan orang2, perkataan ini dipakai dalam Alkitab untuk menyatakan keputusan (dekrit) Allah, perintah2 yang diberikan sebagai petunjuk.”

26 Keputusan yang telah diputuskan Allah yang Mahakuasa dan Mahatahu tidak dapat digagalkan oleh manusia atau iblis. Hal ini nyata sekali dalam keputusanNya terhadap Kuasa Dunia Assiria atau Asyur. Hal ini juga berlaku bagi Kuasa2 Dunia yang berikut, Kuasa Dunia Babilon yang baru, yang merupakan negara terkuat ketiga dalam sejarah Alkitab. Inilah negara terkuat yang menghancurkan Yerusalem, untuk pertama kalinya, pada tahun 607 Seb. P.U. Karena perbuatan ini Babilon menjadi ”fasik”. Maka Yehuwa juga menyimpannya sampai ”hari malapetaka” yang ditetapkanNya. Sebelum Ia membiarkan Babilon menghancurkan Yerusalem dan melakukan sesuatu yang fasik di hadapanNya, Allah mengilhami nabiNya Yeremia untuk berkata: ”Sebab itu dengarlah putusan yang telah diambil TUHAN terhadap Babel dan rancangan2 yang telah dibuatNya terhadap negeri orang2 Kasdim.”—Yeremia 50:1, 45.

27 Berkat perlindungan Allah, nabi Yeremia ini selamat melewati kehancuran Yerusalem dan baitnya yang dilakukan tentara Babilon pada tahun 607 Seb. P.U. Tetapi ia tidak hidup cukup lama untuk menyaksikan penggenapan nubuatnya mengenai Babilon yang ”fasik”. Namun sejarah duniawi maupun sejarah Alkitab mencatat penggulingan Kuasa Dunia Babilon yang terjadi pada tahun 539 Seb. P.U., pada zaman nabi Daniel. (Daniel, pasal 5) Penggulingan ini juga meneguhkan nubuat2 sebelumnya yang diucapkan oleh nabi Yesaya yang bukan saja meramalkan kehancuran Kuasa Dunia Babilon, melainkan juga meramalkan nama dari penakluk bangsa Parsi yang digunakan Allah untuk mendatangkan kejatuhan Babilon tersebut. Ketika nabi Yeremia dan Daniel mempelajari Alkitab secara pribadi dan membaca nubuat Yesaya yang ditulis pada abad ke-8 Seb. P.U., mereka mendapati firman Yehuwa, Allah mereka, seperti berikut:

”Kepada Cyrus Aku berkata: ’Hai gembalaKu!’ Ia akan melaksanakan keinginanKu seraya berkata kepada Yerusalem, ’Hendaklah dibangun kembali’ dan (kepada) baitullah: ’Hendaklah dialaskan.’ Demikianlah Yahwe berkata kepada orang urapannya, kepada Cyrus, yang tangan kanannya dicengkam olehNya untuk menangkis bangsa2 di hadapannya dan membuka ikat pinggang para raja, dan membukakan pintu2 baginya, sehingga pintu gerbang satupun tidak tertutup: ’Aku berjalan di hadapanmu dan meratakan apa yang kasar. Aku mematahkan pintu2 perunggu dan palang2 besi Kupecahkan. Aku memberi engkau khazanah rahasia dan mata benda tersembunyi, agar engkau ketahui bahwa Aku Yahwe, Allah Israel yang telah memanggil engkau dengan nama sendiri. Oleh karena hambaKu Yakub dan Israel yang sudah Kupilih engkau Kupanggil dengan nama sendiri dan Kuberi sebutan kehormatan, sekalipun Aku tidak kaukenal. Selain dari Aku tidak adalah Allah. Aku menyabuki engkau sekalipun Aku tidak kaukenal, agar dari tempat terbitnya matahari hingga tempat masuknya, diketahui orang, bahwa kecuali Aku tidak ada seorang pun juga.’” (KAT)

28 Perkataan yang hebat ini kini dapat dibaca dalam Gulungan Laut Mati dari Yesaya yang diketemukan pada tahun 1947 dan yang ditulis pada abad ke-2 Seb. P.U. Perkataan ini terdapat dalam Kitab Nabi Yesaya 44:28 sampai 45:6. Dalam pasal berikutnya Allah menyebut Cyrus sebagai ”orang yang melaksanakan putusanKu”, sebagaimana nyata dari ayat2 yang dipetik di bawah ini:

”Ingatlah hal itu dan jadilah malu, pertimbangkanlah dalam hati, hai orang-orang pemberontak! Ingatlah hal2 yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku, yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan, yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang melaksanakan putusanKu dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya.”—Yesaya 46:8-11.

29 Cyrus Agung dari Parsi benar2 datang dari timur bagaikan seekor ”burung buas”, dari Parsi yang terletak di sebelah timur Babilon dan dari sebuah negeri yang jauh dari negerinya Yesaya, negeri Israel.

30 Tepat sekali, lambang Cyrus Agung adalah seekor elang emas, seekor ”burung buas”, dan Yehuwa menggunakan itu sebagai lambang dari Cyrus sendiri. Walaupun kehendak Allah ini sudah dinyatakan hampir dua abad sebelumnya, namun kehendakNya tidak gagal. KeputusanNya tetap terlaksana, dengan menggunakan Cyrus melawan Babilon yang ”fasik”. Yehuwa telah berfirman dan telah menyuruh agar ditulis agar dapat diperiksa di kemudian hari: dan pada waktu yang telah ditentukanNya Ia laksanakan apa yang telah dikatakanNya. Ia telah menentukan maksudNya terhadap Cyrus dan telah menyatakan itu melalui nabiNya, dan pada waktunya yang tepat Ia mewujudkan apa yang diinginkanNya. Penggenapan yang bersejarah yang dilakukan Allah nubuatan, meneguhkan keyakinan kita terhadap semua nubuat yang lain di mana Yehuwa menyatakan apa yang hendak dibuatNya menurut keputusanNya

31 Hal ini juga berlaku bagi satu nubuat, yang menurut sejarah, belum tergenap, tetapi saat bagi penggenapan nubuat itu jelas sedang mendekat, dan akan terjadi di dalam generasi kita. Ini adalah satu nubuat yang diberikan melalui nabi Yehezkiel yang hidup sezaman dengan nabi Yeremia. Nubuat itu terdapat dalam Pasal 38 dan 39 dari Kitab Nabi pasal Yehezkiel. Nubuat itu mengenai serangan dari ”Gog di tanah Magog” yang gaib. Gog ini akan mengajak semua bangsa di dunia ini dalam serangan ini. Dan serangan seluas dunia ini ditujukan terhadap kaum sisa dari para penyembah Allah yang esa yang benar dan sejati. Kaum sisa yang setia dan telah dimerdekakan dari Babilon Besar di zaman moderen dan mendapat lagi perkenan Allah, hidup dalam satu Firdaus rohani di tengah2 keadaan dunia yang cemar dan busuk. Apakah sebabnya Allah yang Mahakuasa membiarkan serangan demikian terhadap umat penyembahNya sendiri? Ia menyatakan sebabnya kepada kita.

32 Dalam keteranganNya ini, Allah menggunakan secara simbolis negeri Israel purbakala dan penduduknya yang diselamatkan dari Babilon untuk melukiskan Firdaus rohani dari kaum sisa umat penyembahNya dewasa ini. Kemudian dalam keterangan yang ditujukan kepada Pemimpin Jahat dari serangan internasional ini terhadap kaum sisa yang setia di dalam Firdaus rohani mereka, Allah yang Mahakuasa menyatakan maksud-tujuanNya Ia membiarkan serangan yang keji ini. Firmannya:

33 ”Engkau akan bergerak dan datang dari tempatmu dari utara sekali, engkau dengan banyak bangsa yang menyertai engkau, mereka semuanya mengendarai kuda, suatu kumpulan yang besar dan suatu pasukan yang kuat. Engkau bangkit melawan umatKu Israel seperti awan yang menutupi seluruh bumi. Pada hari yang terkemudian akan terjadi hal itu dan Aku akan membawa engkau untuk melawan tanahKu, [dengan maksud; Bah. Ibrani: ma‛an] supaya bangsa2 mengenal Aku, pada saat Aku menunjukkan kekudusanKu kepadamu di hadapan mereka, hai Gog.”—Yehezkiel 38:15, 16.

34 Sudah jelas sekali. Maksud-tujuan Yehuwa adalah untuk menyucikan Dirinya di hadapan mata segala bangsa. Sesuai dengan perbuatanNya di masa lalu, Ia akan melaksanakan maksud-tujuanNya yang tak dapat dirubah ini di masa depan yang dekat, di dalam generasi kita ini. Setelah menyatakan caranya yang Ia akan gunakan untuk memastikan kemenanganNya atas Gog dan segenap tentara internasional di bumi, Allah, yang maksud-tujuanNya tak pernah gagal, berfirman:

35 ”Demikian Aku akan menyatakan kebesaran serta kekudusanKu dan Kuberitahukan diriKu di depan mata bangsa yang banyak. Maka diketahuilah mereka, bahwa Aku Yahwe.”—Yehezkiel 38:23, KAT

APA YANG AKAN KITA LAKUKAN MENGENAI INI?

36 Membuat bangsa2 di dunia tahu siapakah Dia tidaklah berarti membuat mereka menjadi umat penyembahNya sehingga dikaruniai hidup yang kekal. Justru sebaliknya. Ini akan berarti kebinasaan kekal bagi bangsa2 yang menentang Allah! Ini cara yang celaka untuk belajar mengetahui siapakah Allah yang sejati. Ia akan membuktikan kepada bangsa2 siapakah dirinya. Ia terpaksa harus melakukan hal ini. Maka pertanyaan penting sekarang adalah, Apakah kita secara pribadi ingin tergolong pada bangsa2 yang akan ikut dalam serangan yang dilancarkan oleh Musuh Besar Allah, yakni ”Gog dari tanah Magog”?

37 Dalam segala rencana mereka untuk memperbaiki situasi dunia, bangsa2 ini tidak memperdulikan Allah hidup, yang sejati dan esa, dan maksud-tujuanNya yang disingkapkan dalam FirmanNya yang tertulis, Alkitab. Baiklah rencana2 mereka itu menurut hemat kita? Apakah kita akan membiarkan diri kita terbujuk oleh rencana2 mereka lalu mendukung rencana2 itu sehingga menaruh kepercayaan kita kepada usaha manusia untuk menyelamatkan dirinya sendiri? Sebelum memutuskan apa yang akan kita lakukan, sebaiknya kita mempertimbangkan dan mencamkan pesan orang bijaksana purbakala yang terdapat di Amsal 19:20, 21: ”Dengarkanlah nasehat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak di masa depan. Banyaklah rancangan [bhs. Ibrani: mahha·sha·bhoth′] di hati manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana.” Semoga jangan se-kali2 kita terkecoh oleh rencana2 manusia dan bangsa2 sehingga mengabaikan nasehat Yehuwa.

38 Mengapa kita harus menderita kekecewaan bersama bangsa2 sehingga kita rugi untuk se-lama2-nya? Dengan sebulat hati hendaklah kita menaruh kepercayaan kita kepada Yehuwa: ”Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada. TUHAN menggagalkan rencana bangsa2; Ia meniadakan rancangan suku2 bangsa; tetapi rencana TUHAN tetap se-lama2-nya, rancangan hatiNya turun-temurun. Berbahagialah bangsa, yang Allahnya ialah TUHAN.” (Mazmur 33:9-12) Sudah ber-kali2 terbukti di masa lalu, dan di masa depanpun akan terbukti kebenaran dari keterangan berikut ini: ”Tiadalah kebijaksanaan dan tiada pula pengertian, dan tiada pula nasehat baik, yang dapat bertahan terhadap Yahwe. Kudanya diperlengkapi untuk hari pertempuran, tetapi berkat Yahwelah keselamatan itu.”—Amsal 21:30, 31.

39 Jika kita memandang keadaan dunia umat manusia secara jujur, kita tentu yakin bahwa kita semua membutuhkan keselamatan. Apa yang kita inginkan sebagai orang2 yang lurus pikirannya adalah keselamatan! Ini tidak akan datang dari manusia sendiri. Kita harus akui bahwa dari ”berkat Yahwelah keselamatan itu”. Karena ”TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik dibuatNya untuk hari malapetaka”, apakah gerangan maksud-tujuan TUHAN bagi orang2 yang tidak fasik, orang2 yang mencari kebenaranNya? Pasti satu maksud-tujuan yang penuh kasih! (Amsal 16:4) Umat manusia memang tercakup dalam maksud-tujuan yang mulia dari Pencipta kita yang penuh kasih.

40 Pencipta kita bukanlah Allah yang tanpa tujuan. Maka kita, makhluk2 ciptaanNya, juga tidak boleh tanpa tujuan! Apakah hendaknya menjadi tujuan kita? Ini: Untuk menyelaraskan hidup kita dengan maksud-tujuan mulia dari Allah Yehuwa. Tak ada tujuan yang lebih mulia daripada ini. Dengan melakukan ini kita benar2 akan menuju sesuatu—ke arah hidup kekal. Dengan demikian kehidupan kita sekarang tidak akan gagal, sebab maksud-tujuan Allah tidak dapat gagal. Mengingat ini kita sekarang dengan senang hati akan meneliti ”maksud-tujuan kekal” Allah yang telah dirancangNya dalam hubungan dengan Orang UrapanNya, Almasih.

[Catatan Kaki]

Lihatlah Alkitab terjemahan William Tyndale (1525 dan 1535 P.U.); The Geneva Bible (1560 dan 1562 P.U.); The Bishop’s Bible (1568 dan 1602).

Lihatlah Kitab Perjanjian Baru terjemahan Hugh J. Schonfield  (1955 P.U.), yang menggunakan istilah ”rencana segala zaman”. Kitab Injil Katolik Bah. Indonesia (1964 P.U.) menterjemahkan ayat itu sebagai ”rencana Allah dari Kekal”.

Untuk mendapatkan pengertian belakangan dan sekarang mengenai pokok ini, periksalah paragrap 14-19 dari artikel utama yang berjudul ”Putera Manusia” (Maz. 8:4) yang diterbitkan dalam nomor 1 April 1930 dari majalah The Watch Tower (hlm. 101, 102). Perhatikanlah khususnya paragrap 16.

Lihatlah Theological Dictionary of the New Testament, Jilid VIII, susunan Gerhard Friedrich (terjemahan Bah. Inggris), halaman 165, 166, di bawah pokok ”The New Testament”.

The Book of Books, terbitan Lutterworth Press (1938).

The New English Bible (1970).

Terjemahan Bode (1938).

Injil Katolik (1946).

Alkitab Bah. Indonesia Terjemahan Baru (1974).

Mengenai ”katà pro′the·sin ton ai·o′non” di Efesus 3:11, kita membaca keterangan berikut: ”Selaras dengan maksud dari zaman2 dunia, yakni, sesuai dengan maksud Allah selama zaman2 dunia (dari mulainya zaman2 itu sampai terwujudnya maksud tersebut); sebab sudah (sebelum pengalasan dunia) maksud itu sudah ada i. 3, tetapi dari awal dari zaman2 dunia maksud itu tersembunyi dalam Allah, ayat 9. . . . Yang lain2 salah menafsirkannya sebagai: maksud berkenaan berbagai zaman dari dunia; menurut tafsiran ini, Allah pada mulanya tidak memilih suatu umat, kemudian memilih bangsa Yahudi, dan akhirnya memanggil bangsa Yahudi maupun bangsa2 kafir kepada kerajaan Almasih: sebab itulah maksud satu2nya yang dibicarakan, yang terwujud dalam diri (Almasih).”—Critical and Exegetical Hand-Book to the Epistle to the Galatians—Ephesians, karangan H. A. W. Meyer, Th.D., terjemahan Bahasa Inggris, 1884, halaman 416, paragraf 1.

”Kebanyakan sarjana moderen mengikuti Rashi dalam menterjemahkan perkataan ”Aku akan ada yang Aku ada”; yaitu, tidak ada perkataan yang dapat meringkaskan apa yang Ia akan jadi bagi UmatNya, tetapi kesetiaanNya yang kekal dan kemurahanNya yang tetap sama, akan kian nyata dalam bimbingan terhadap Israil. Jawaban yang Musa terima berupa perkataan tersebut sama dengan ”Aku akan menyelamatkan menurut caranya Aku akan menyelamatkan.” Perkataan ini untuk meyakinkan umat Israil akan fakta dari kelepasan, namun tidak menyingkapkan caranya.”—Catatan di bawah halaman mengenai ayat Keluaran 3:14, The Pentateuch and Haftorahs, karangan Dr. J. H. Hertz, C. H., Soncino Press, London, 1950 P.U.

[Pertanyaan Pelajaran]

 1, 2. Hanya siapa yang dapat mempunyai ”maksud-tujuan kekal”, dan apa tulis Musa tentang pribadi itu?

 3. Mengapa ”Raja segala zaman” dapat melaksanakan maksud-tujuan demikian sepenuhnya?

 4. Orang yang menulis tentang ”maksud-tujuan kekal” Allah, menghubungkan maksud-tujuan kekal itu dengan siapa?

 5, 6. Bagaimana penterjemah2 moderen telah menimbulkan problem mengenai apa yang Allah punyai sehubungan dengan Almasih itu?

 7, 8. Bagan apakah diterbitkan C. T. Russell, dan apa yang dikatakan bukunya yang pertama mengenai judulnya?

 9. (a) Sedikitnya pokok apakah yang dikemukakan oleh buku yang tersiar luas ini? (b) Tetapi pertanyaan apakah yang ditimbulkan buku ini mengenai suatu rencana dan Allah?

10. Apakah arti harfiah dari kata Bahasa Yunani pro′the·sis, dan bagaimana orang2 Yahudi menggunakan kata itu dalam Septuaginta Bahasa Yunani?

11. Kalau begitu, apakah ”pro′the·sis” Allah?

12. Bagaimana caranya penterjemah2 moderen menterjemahkan kata Yunani pro′the·sis yang diikuti dengan kata tōn ai·o′nōn (”segala zaman”)?

13, 14. Bagaimana dapat dikatakan bahwa ”maksud segala zaman” dari Allah adalah ”maksud-tujuan kekal”-Nya?

15. Ketika Musa menanya siapakah nama Allah, apa yang dikatakan Allah kepada Musa di Sinai?

16. Dengan jawabanNya kepada Musa, apakah Allah hanya maksudkan kepada adaNya Dia atau sesuatu yang lain?

17. Bagaimana Rotherham menterjemahkan Keluaran 3:14 dan mengomentarinya?

18. Kapankah Allah pada mulanya memutuskan hendak jadi apakah Ia?

19. Bagaimana caranya Allah mengeja namaNya dalam Sepuluh Hukum?

20. Bagaimana caranya nama Allah diucapkan, menurut keempat huruf Ibrani?

21. (a) Karena nama itu sesungguhnya sebuah kata-kerja, apa arti dari nama Yehuwa? (b) Mengapakah nama itu masih tetap sah untuk digunakan dewasa ini?

22. (a) Bagaimana Yehuwa membuat nama yang masyur bagi dirinya di Mesir purbakala? (b) Penghiburan apakah yang kita dapat tarik dari peristiwa itu?

23. Caranya Allah memperlakukan kuasa dunia purbakala memberi jaminan apakah kepada kita di jaman sekarang mengenai penguasa2 politik?

24. (a) Walaupun Allah membiarkan Assiria menguasai dunia, apakah yang Yehuwa lakukan berkenaan negara itu? (b) Mengapa nubuat Yehuwa tidak pernah gagal seperti tertulis di Yesaya 14:24-27?

25. Dalam nubuat itu, apakah artinya perkataan ”nasehat”, dan mengapa?

26. Dengan membiarkan Babilon menggulingkan Assiria sebagai penguasa dunia, apakah sebenarnya yang Yehuwa sedang lakukan?

27. Sewaktu mempelajari Alkitab, apakah yang dibaca Yeremia dan Daniel dalam nubuat Yesaya mengenai kejatuhan Babilon?

28. Dalam pasal berikutnya dari Kitab Yesaya, apa firman Yehuwa berkenaan Cyrus orang Parsi?

29, 30. Bagaimana caranya Yehuwa dengan gigih melaksanakan maksud-tujuanNya sebagaimana dinyatakan dalam nubuat itu, dan dalam hal apakah penggenapan ini meneguhkan keyakinan kita?

31. Nubuat apakah dari Yehezkiel yang masih belum genap, melukiskan suatu serangan—oleh siapa dan atas siapa?

32, 33. Apakah maksud Allah membiarkan Gog melancarkan serangan terhadap umat penyembahNya di dalam firdaus rohani mereka dewasa ini?

34, 35. Menurut pernyataan Allah sendiri, apakah maksudNya menyucikan Dirinya dalam hubungan dengan Gog?

36. Mengapa kita harus menanya diri kita sendiri, apakah kita ingin ikut tergolong dengan bangsa2 yang akan terpaksa mengetahui siapakah Yehuwa itu?

37. Sebaliknya daripada terbujuk untuk mengikuti rencana manusia untuk menyelamatkan dirinya, haluan apakah hendaknya kita ambil menurut Amsal 19:20, 21?

38. Mengapa menaruh kepercayaan kepada Yehuwa tidak akan mengecewakan seperti halnya dengan bangsa2 dan orang2?

39. Maksud-tujuan yang bagaimanakah ada pada Allah terhadap orang2 yang mencari kebenaranNya, dan mengapa?

40. Apakah hendaknya menjadi tujuan kita jika kita ingin menuju kepada hidup kekal, dan mengapa?

[Bagan di hlm. 10]

(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)

CHART OF THE AGES

ILLUSTRATING THE PLAN OF GOD FOR BRINGING MANY SONS TO GLORY, AND HIS PURPOSE—

“In regard to an administration of the fulness of the appointed times, to reunite all things under one Head, even under the Anointed One; the things in heaven and the things on earth—under Him.”—Eph. 1:10—Diaglott.

sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar