Jumat, 15 November 2013

Gehena


 

[bentuk Yn. dari kata Ibr. Geh Hin·nom, ”Lembah Hinom”].

Nama ini muncul 12 kali dalam Kitab-Kitab Yunani Kristen, dan meskipun banyak penerjemah mengalihbahasakannya secara bebas dengan kata ”neraka”, sejumlah terjemahan modern mentransliterasi kata tersebut dari kata Yunani geen·na.—Mat 5:22, Ro, Mo, ED, NW, BC (Spanyol), NC (Spanyol), juga catatan kaki Da dan RS.



Lembah Hinom yang dalam dan sempit, yang belakangan dikenal dengan nama Yunani ini, terletak di sebelah selatan dan barat daya Yerusalem kuno dan sekarang adalah Wadi er-Rababi (Ge Ben Hinnom). (Yos 15:8; 18:16; Yer 19:2, 6; lihat HINOM, LEMBAH.) Raja Ahaz dan Raja Manasye dari Yehuda melakukan penyembahan berhala di sana, yang mencakup pembakaran manusia sebagai korban kepada Baal. (2Taw 28:1, 3; 33:1, 6; Yer 7:31, 32; 32:35) Belakangan, agar kegiatan semacam itu tidak lagi dilakukan di sana, Raja Yosia yang setia menajiskan tempat penyembahan berhala tersebut, khususnya bagian yang disebut Tofet.—2Raj 23:10.

Bukan Lambang Siksaan Abadi. Yesus Kristus menghubungkan api dengan Gehena (Mat 5:22; 18:9; Mrk 9:47, 48), sebagaimana dilakukan Yakobus, sang murid, satu-satunya penulis Alkitab yang menggunakan kata itu selain Matius, Markus, serta Lukas. (Yak 3:6) Beberapa komentator berupaya mengaitkan api, yang merupakan karakteristik Gehena, dengan pembakaran korban-korban manusia yang dilakukan sebelum pemerintahan Yosia dan, atas dasar itu, berpendapat bahwa Gehena digunakan oleh Yesus sebagai lambang siksaan abadi. Namun, mengingat Allah Yehuwa menyatakan perasaan jijik terhadap praktek semacam itu, dengan mengatakan bahwa itu adalah ”suatu hal yang tidak pernah kuperintahkan dan yang tidak pernah muncul dalam hatiku” (Yer 7:31; 32:35), sangatlah mustahil jika Putra Allah, sewaktu membahas penghakiman ilahi, menjadikan praktek penyembahan berhala semacam itu sebagai dasar untuk makna simbolis Gehena. Patut diperhatikan bahwa melalui nubuat, Allah menetapkan Lembah Hinom sebagai tempat pembuangan mayat secara massal, bukan tempat penyiksaan para korban yang masih hidup. (Yer 7:32, 33; 19:2, 6, 7, 10, 11) Jadi, secara umum diakui bahwa ”lembah tempat bangkai-bangkai dan abu yang berlemak” yang disebutkan di Yeremia 31:40 memaksudkan Lembah Hinom, dan gerbang yang dikenal sebagai ”Gerbang Tumpukan-abu” tampaknya menghadap ke ujung timur lembah itu pada sambungannya dengan jurang Kidron.—Neh 3:13, 14.

Oleh karena itu, bukti Alkitab tentang Gehena pada umumnya sejajar dengan pandangan turun-temurun para rabi dan sumber-sumber lain. Menurut pandangan itu, Lembah Hinom digunakan sebagai tempat pembuangan limbah kota Yerusalem. (Di Mat 5:30, Ph menerjemahkan geen·na sebagai ”tumpukan sampah”.) Mengenai ”Gehinom”, komentator Yahudi bernama David Kimhi (1160?-1235?), dalam komentarnya atas Mazmur 27:13, memberikan informasi historis berikut, ”Dan ini adalah tempat di negeri itu yang berdekatan dengan Yerusalem, dan tempat ini sangat menjijikkan, dan mereka membuang ke sana hal-hal najis serta bangkai-bangkai. Selain itu, di sana ada api yang tak kunjung padam untuk membakar hal-hal najis dan tulang bangkai-bangkai. Oleh karena itu, secara simbolis, penghukuman atas orang fasik disebut Gehinom.”



Lambang Pembinasaan Total. Jelaslah, Yesus menggunakan Gehena untuk menggambarkan pembinasaan total akibat penghukuman oleh Allah, dan karena itu kebangkitan kepada kehidupan sebagai jiwa tidak mungkin terjadi. (Mat 10:28; Luk 12:4, 5) Sebagai golongan yang fasik, para penulis dan orang Farisi dikecam sebagai ”orang bagi Gehena”. (Mat 23:13-15, 33) Agar terhindar dari pembinasaan demikian, para pengikut Yesus harus menyingkirkan apa pun yang dapat menyebabkan mereka tersandung secara rohani, secara kiasan ’memotong tangan atau kaki’ dan ’mencungkil mata’ yang artinya mematikan anggota-anggota tubuh tersebut sehubungan dengan dosa.—Mat 18:9; Mrk 9:43-47; Kol 3:5; bdk. Mat 5:27-30.

Yesus juga tampaknya menyinggung Yesaya 66:24 sewaktu menggambarkan Gehena sebagai tempat ”di mana belatung-belatungnya tidak mati dan apinya tidak dipadamkan”. (Mrk 9:47, 48) Jelaslah, gambaran simbolis di sini memaksudkan, bukan penyiksaan, melainkan pembinasaan total, karena ayat di Yesaya itu tidak mengulas tentang orang yang masih hidup, tetapi tentang ”bangkai-bangkai orang yang mendurhaka” terhadap Allah. Seandainya, sebagaimana ditunjukkan oleh bukti yang ada, Lembah Hinom adalah tempat pembuangan sampah dan bangkai, satu-satunya sarana yang cocok untuk menyingkirkan sampah-sampah demikian adalah api, yang mungkin diperbesar dengan menambahkan belerang. (Bdk. Yes 30:33.) Di tempat yang tidak tercapai oleh api, cacing atau belatung akan berkembang biak sehingga menghabiskan apa pun yang tidak dibinasakan api. Oleh karena itu, kata-kata Yesus memaksudkan bahwa pengaruh destruktif penghukuman yang Allah laksanakan baru berhenti setelah pembinasaan total tercapai.

Sebagai Kiasan. Yakobus, sang murid, menggunakan kata ”Gehena” untuk memperlihatkan bahwa lidah yang sukar dikendalikan merupakan dunia ketidakadilbenaran dan bahwa seluruh haluan hidup seseorang dapat dipengaruhi oleh kata-kata berapi yang mencemari tubuh si pembicara. Lidah orang demikian, yang ”penuh racun yang mematikan” dan karena itu membuktikan keadaan hati yang buruk, dapat mengakibatkan si pemakainya mendapat vonis dari Allah, yaitu dibuang ke Gehena simbolis.—Yak 3:6, 8; bdk. Mat 12:37; Mz 5:9; 140:3; Rm 3:13.

Penggunaan Gehena sebagai lambang dalam Alkitab selaras dengan penggunaan ”danau api” sebagai lambang dalam buku Penyingkapan.—Pny 20:14, 15; lihat DANAU API.

sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar