Bagaimana keadaan kita pada waktu mati?
Mengapa manusia mati?
Apakah kita merasa lega sewaktu mengetahui kebenaran tentang
kematian?
ITULAH pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam benak
orang-orang selama ribuan tahun. Pertanyaan-pertanyaan itu penting karena
jawabannya mempengaruhi kita masing-masing, tidak soal siapa kita atau di mana
kita tinggal.
2 Dalam pasal sebelumnya, kita membahas bagaimana
melalui korban tebusan Yesus Kristus, kita dapat memperoleh kehidupan abadi.
Kita juga belajar bahwa Alkitab menubuatkan suatu masa ketika ”kematian tidak
akan ada lagi”. (Penyingkapan 21:4) Namun, sementara ini, kita semua akan mati.
Orang ”yang hidup sadar bahwa mereka akan mati”, kata Raja Salomo yang
bijaksana. (Pengkhotbah 9:5) Kita berupaya hidup selama mungkin. Meskipun
begitu, kita bertanya-tanya bagaimana keadaan kita sewaktu kita mati.
3 Sewaktu orang yang kita cintai meninggal, kita
berduka. Kita mungkin bertanya: ’Bagaimana keadaan dia? Apakah dia menderita?
Apakah dia sedang mengamati kita? Dapatkah kita membantunya? Dapatkah kita
bertemu lagi dengannya?’ Agama-agama di dunia ini memberikan jawaban yang
berbeda-beda. Ada yang mengajarkan bahwa jika Anda banyak berbuat baik, Anda
akan pergi ke surga, tetapi jika Anda banyak berbuat jahat, Anda akan dibakar
di tempat siksaan. Agama lain mengajarkan bahwa pada waktu mati, seseorang
pergi ke alam roh untuk berkumpul dengan leluhur mereka. Agama lain lagi
mengajarkan bahwa orang mati pergi ke alam baka untuk dihakimi dan kemudian
direinkarnasi, atau dilahirkan kembali dalam tubuh lain.
4 Semua agama tersebut mengajarkan satu gagasan
mendasar yang sama, yaitu bahwa ada suatu bagian dari diri kita yang masih
hidup setelah tubuh jasmani kita mati. Hampir setiap agama, yang dianut pada
zaman dahulu dan sekarang, mengajarkan bahwa kita tetap hidup untuk
selama-lamanya dan masih dapat melihat, mendengar, dan berpikir. Namun,
bagaimana mungkin? Indra-indra kita, serta pikiran kita, semuanya berhubungan
dengan daya kerja otak. Pada waktu kita mati, otak kita tidak bekerja lagi.
Daya ingat, perasaan, dan indra-indra kita tidak terus berfungsi secara
misterius tanpa otak. Semuanya berhenti bekerja setelah otak kita hancur.
BAGAIMANA SEBENARNYA KEADAAN ORANG MATI?
5 Keadaan orang mati bukan misteri bagi Yehuwa,
sang Pencipta otak. Ia mengetahui kebenarannya, dan dalam Firman-Nya, Alkitab,
Ia menjelaskan bagaimana keadaan mereka. Alkitab dengan jelas mengajarkan: Sewaktu
seseorang mati, ia tidak ada lagi.
Kematian adalah kebalikan dari kehidupan. Orang mati tidak dapat melihat atau
mendengar atau berpikir. Tidak ada satu bagian pun dari diri kita yang tetap
hidup setelah tubuh kita mati. Kita tidak mempunyai jiwa atau roh yang tidak
berkematian.
6 Setelah Salomo menyatakan bahwa orang yang
hidup tahu bahwa mereka akan mati, ia menulis, ”Tetapi orang mati, mereka sama
sekali tidak sadar akan apa pun.”
Lalu, ia menguraikan kebenaran yang mendasar itu dengan mengatakan bahwa orang
mati tidak dapat mengasihi atau membenci dan bahwa ”tidak ada pekerjaan atau
rancangan atau pengetahuan atau hikmat di [kuburan]”. (Pengkhotbah 9:5,
6, 10) Demikian pula, Mazmur 146:4 mengatakan bahwa pada waktu seseorang
mati, ”lenyaplah segala pikirannya”. Manusia itu fana, atau berkematian, dan
tidak terus hidup setelah tubuh mati. Hidup kita bagaikan api pada sebatang
lilin. Sewaktu dipadamkan, apinya tidak pergi ke mana-mana. Api itu
tidak ada lagi.
APA YANG YESUS KATAKAN TENTANG KEMATIAN
7 Yesus Kristus menggambarkan keadaan orang mati.
Ketika Lazarus, teman baiknya, meninggal, Yesus memberi tahu murid-muridnya,
”Lazarus, sahabat kita, telah pergi beristirahat.” Murid-murid mengira bahwa
Yesus memaksudkan Lazarus sedang beristirahat, atau tidur, agar ia dapat
sembuh. Tetapi, mereka keliru. Yesus menjelaskan, ”Lazarus telah mati.”
(Yohanes 11:11-14) Perhatikan bahwa Yesus menyamakan kematian dengan istirahat
dan tidur. Lazarus tidak berada di surga ataupun di neraka yang menyala-nyala.
Ia tidak sedang bersama para malaikat atau leluhurnya. Lazarus tidak dilahirkan
kembali sebagai manusia lain. Ia sedang beristirahat dalam kematian,
seolah-olah tidur nyenyak tanpa bermimpi. Ayat-ayat lain juga menyamakan
kematian dengan tidur. Misalnya, setelah Stefanus, murid Yesus, dilempari batu
sampai mati, Alkitab mengatakan bahwa ia ”tidur”. (Kisah 7:60) Demikian pula,
rasul Paulus menulis tentang beberapa orang pada zamannya yang telah ”tidur”
dalam kematian.—1 Korintus 15:6.
8 Apakah Allah sejak semula menetapkan agar
manusia mati? Sama sekali tidak! Yehuwa menciptakan manusia untuk hidup
selama-lamanya di bumi. Seperti yang telah kita pelajari sebelumnya di buku
ini, Allah menempatkan pasangan manusia pertama di suatu firdaus yang
menyenangkan. Ia mengaruniai mereka kesehatan yang sempurna. Yehuwa hanya
menginginkan apa yang baik bagi mereka. Adakah orang tua pengasih yang ingin
anak-anaknya mengalami derita usia tua dan kematian? Tentu tidak! Yehuwa
mengasihi anak-anak-Nya dan ingin mereka menikmati kebahagiaan yang tiada
akhirnya di bumi. Mengenai manusia, Alkitab mengatakan, ”[Yehuwa] menaruh waktu
yang tidak tertentu dalam hati mereka.” (Pengkhotbah 3:11) Allah menciptakan
kita dengan keinginan untuk hidup selama-lamanya. Dan, Ia telah mengatur agar
keinginan itu dipenuhi.
MENGAPA MANUSIA MATI
9 Kalau begitu, mengapa manusia mati? Untuk
mendapatkan jawabannya, kita harus membahas apa yang terjadi ketika baru ada
satu pria dan satu wanita di bumi. Alkitab menjelaskan, ”Allah Yehuwa
menumbuhkan dari tanah segala pohon yang menarik untuk dilihat dan baik untuk
dimakan.” (Kejadian 2:9) Tetapi, ada satu larangan. Yehuwa memberi tahu Adam,
”Setiap pohon di taman ini boleh kaumakan buahnya sampai puas. Tetapi mengenai
pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, engkau tidak boleh memakan
buahnya, karena pada hari engkau memakannya, engkau pasti akan mati.” (Kejadian
2:16, 17) Perintah ini tidak sulit ditaati. Ada banyak pohon lain yang
buahnya dapat dimakan oleh Adam dan Hawa. Tetapi melalui perintah itu, mereka
mendapat kesempatan istimewa untuk menunjukkan rasa terima kasih kepada Pribadi
yang telah memberi mereka segala-galanya, termasuk kehidupan yang sempurna.
Jika mereka menaati perintah itu, mereka juga akan menunjukkan bahwa mereka
menghormati wewenang Bapak surgawi mereka dan bahwa mereka ingin mendapat
bimbingan-Nya yang pengasih.
10 Sayangnya, pasangan manusia pertama memilih
untuk tidak menaati Yehuwa. Melalui seekor ular, Setan bertanya kepada Hawa,
”Apakah memang benar bahwa Allah mengatakan kamu tidak boleh memakan buah dari
setiap pohon di taman ini?” Hawa menjawab, ”Buah dari pohon-pohon di taman ini
boleh kami makan. Tetapi mengenai makan buah dari pohon yang ada di
tengah-tengah taman, Allah telah berfirman, ’Kamu tidak boleh memakan buahnya,
tidak, kamu tidak boleh menyentuhnya agar kamu tidak mati.’”—Kejadian 3:1-3.
11 ”Kamu pasti tidak akan mati,” kata Setan.
”Allah tahu bahwa pada hari kamu memakannya, matamu tentu akan terbuka dan kamu
tentu akan menjadi seperti Allah, mengetahui yang baik dan yang jahat.”
(Kejadian 3:4, 5) Setan ingin Hawa percaya bahwa jika ia makan buah
terlarang, ia akan mendapat manfaat. Menurut Setan, Hawa dapat memutuskan
sendiri apa yang benar dan salah serta dapat melakukan apa yang ia inginkan.
Setan juga menuduh Yehuwa berdusta sewaktu mengatakan bahwa Hawa akan mati jika
ia makan buah itu. Hawa mempercayai Setan. Maka, ia memetik buah itu dan
memakannya. Lalu, ia memberikan sebagian kepada suaminya, yang kemudian ikut
memakan buah itu. Mereka melakukannya bukan karena tidak tahu. Mereka tahu
bahwa mereka justru melakukan apa yang Allah larang. Dengan memakan buah
itu, mereka sengaja tidak menaati suatu perintah yang sederhana dan masuk akal.
Mereka tidak menghargai Bapak surgawi mereka dan wewenang-Nya. Sikap tidak
hormat tersebut kepada Pencipta mereka yang pengasih tidak dapat dimaafkan!
12 Sebagai gambaran: Bagaimana perasaan Anda jika
anak yang telah Anda besarkan dan sayangi tidak menaati Anda melalui tindakan
yang menunjukkan bahwa ia tidak menghormati atau mengasihi Anda? Anda tentu
merasa sangat sakit hati. Maka, bayangkan, betapa pedihnya hati Yehuwa sewaktu
Adam maupun Hawa memilih untuk menentang Dia.
13 Tidak ada alasan bagi Yehuwa untuk membiarkan
Adam dan Hawa yang tidak taat itu hidup selama-lamanya. Mereka mati, tepat
seperti yang telah Ia firmankan. Adam dan Hawa tidak ada lagi. Mereka tidak
pindah ke alam roh. Kita mengetahui hal ini dari apa yang Yehuwa katakan kepada
Adam setelah Ia memintanya untuk mempertanggungjawabkan ketidaktaatannya. Allah
berfirman, ”Engkau [akan] kembali ke tanah, karena dari situ engkau diambil. Karena
engkau debu dan engkau akan kembali ke debu.” (Kejadian 3:19) Allah menciptakan
Adam dari debu tanah. (Kejadian 2:7) Sebelum itu, Adam tidak ada. Maka, ketika
Yehuwa berfirman bahwa Adam akan kembali ke debu, Ia memaksudkan bahwa Adam
akan kembali ke ketiadaan. Adam akan menjadi tidak bernyawa seperti asalnya,
yaitu debu.
14 Adam dan Hawa sebenarnya bisa terus hidup
sampai sekarang, tetapi mereka mati karena mereka memilih untuk tidak menaati
Allah dan dengan demikian berbuat dosa. Jadi, kita mati karena Adam mewariskan
dosa maupun kematian kepada semua keturunannya. (Roma 5:12) Dosa itu bagaikan
penyakit turunan yang mengerikan. Siapa pun tidak dapat luput darinya. Akibat
dosa, yaitu kematian, adalah suatu kutukan. Kematian adalah musuh, bukan teman.
(1 Korintus 15:26) Alangkah bersyukurnya kita bahwa Yehuwa menyediakan
tebusan untuk menyelamatkan kita dari musuh yang mengerikan ini!
MENGETAHUI KEBENARAN TENTANG KEMATIAN ITU BERMANFAAT
15 Apa yang Alkitab ajarkan tentang keadaan orang
mati sungguh melegakan. Seperti yang telah kita pelajari, orang mati tidak
merasa sakit atau sedih. Kita tidak perlu takut kepada mereka, sebab mereka
tidak dapat mencelakai kita. Mereka tidak membutuhkan bantuan kita, dan mereka
tidak dapat membantu kita. Kita tidak dapat berbicara kepada mereka, dan mereka
tidak dapat berbicara kepada kita. Banyak pemimpin agama berdusta dengan
mengaku bahwa mereka dapat membantu orang yang sudah mati, dan orang-orang yang
mempercayainya memberi mereka uang. Tetapi karena mengetahui kebenaran, kita
dilindungi sehingga tidak tertipu oleh para pemimpin agama itu.
16 Bagaimana dengan agama Anda? Apakah ajarannya
tentang orang mati selaras dengan Alkitab? Ajaran kebanyakan agama tidak
selaras dengan Alkitab. Mengapa? Karena ajaran mereka telah dipengaruhi oleh
Setan. Ia menggunakan agama palsu untuk membuat orang percaya bahwa setelah
tubuh mati, manusia masih hidup di alam roh. Itulah dusta yang Setan gabungkan
dengan dusta lain untuk memalingkan orang dari Allah Yehuwa. Dusta apakah itu?
17 Seperti yang kita lihat sebelumnya, beberapa
agama mengajarkan bahwa jika seseorang banyak berbuat jahat selama hidupnya,
sewaktu mati ia akan pergi ke sebuah tempat siksaan yang menyala-nyala dan
menderita untuk selama-lamanya. Ajaran ini merusak nama baik Allah. Yehuwa
adalah Allah yang pengasih dan tidak pernah membuat orang menderita seperti
itu. (1 Yohanes 4:8) Bagaimana perasaan Anda terhadap orang yang menghukum
anak yang bandel dengan menaruh tangannya dalam api? Apakah Anda akan
menghargai orang seperti itu? Apakah Anda ingin berkenalan dengan dia? Tentu
tidak! Anda pasti menganggapnya sangat kejam. Ya, Setan ingin agar kita percaya
bahwa Yehuwa menyiksa orang dalam api selama jutaan tahun, bahkan
selama-lamanya!
18 Setan juga menggunakan beberapa agama untuk
mengajarkan bahwa orang mati menjadi roh yang harus dihormati oleh orang yang
hidup. Menurut ajaran itu, roh orang mati dapat menjadi sahabat yang kuat atau
menjadi musuh yang menakutkan. Banyak orang mempercayai dusta itu. Mereka takut
kepada orang mati dan menghormati serta menyembahnya. Sebaliknya, Alkitab
mengajarkan bahwa orang mati itu seperti orang tidur dan bahwa kita hanya boleh
menyembah Allah yang benar, Yehuwa, Pencipta dan Penyedia segala kebutuhan
kita.—Penyingkapan 4:11.
19 Dengan mengetahui kebenaran tentang orang
mati, Anda tidak akan disesatkan oleh dusta agama. Hal itu juga membantu Anda
memahami ajaran-ajaran Alkitab lainnya. Misalnya, sewaktu Anda tahu bahwa orang
mati tidak pindah ke alam roh, janji kehidupan abadi dalam Firdaus di bumi akan
lebih nyata bagi Anda.
20 Lama berselang, Ayub, pria yang adil-benar,
mengajukan pertanyaan ini, ”Jika laki-laki mati dapatkah ia hidup lagi?” (Ayub
14:14) Dapatkah orang yang tak bernyawa yang tidur dalam kematian dihidupkan
kembali? Apa yang Alkitab ajarkan tentang hal ini sangat menghibur, sebagaimana
akan diperlihatkan dalam pasal berikutnya.
[Catatan Kaki]
Untuk pembahasan tentang kata ”jiwa” dan ”roh”, silakan
lihat Apendiks, halaman 208-11.
APA YANG ALKITAB AJARKAN
▪ Orang mati tidak dapat melihat atau mendengar atau
berpikir.—Pengkhotbah 9:5.
▪ Orang mati sedang beristirahat; mereka tidak
menderita.—Yohanes 11:11.
▪ Manusia mati karena mewarisi dosa dari Adam.—Roma 5:12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar